JRN | Kabupaten – Praktik penyalahgunaan kewenangan oleh oknum perangkat desa masih menjadi persoalan serius di berbagai daerah. Padahal, secara yuridis, perangkat desa terikat ketat oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta aturan turunannya. Sayangnya, minimnya pemahaman masyarakat kerap dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk bertindak sewenang-wenang.
Ketua Umum Mahasiswa Peduli Hukum (MPH), Ali Wardana, menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak konstitusional untuk melapor apabila perangkat desa melanggar aturan.
“Perangkat desa bukan penguasa, melainkan pelayan masyarakat. Ketika mereka melanggar hukum, rakyat tidak hanya boleh melapor, tapi wajib melapor demi menjaga marwah hukum,” tegas Ali Wardana, Jakarta, Minggu (14/12/2025).
Larangan bagi perangkat desa diatur dalam:
Pasal 51 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
PP Nomor 43 Tahun 2014.
Permendagri Nomor 67 Tahun 2017.
Dalam aturan tersebut, terdapat 12 larangan utama perangkat desa yang wajib dipatuhi.
12 Larangan (Aturan) Perangkat Desa
Perangkat desa dilarang:
1. Merugikan kepentingan umum
2. Membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, keluarga, atau golongan tertentu
3. Menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya
4. Melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga
5. Melakukan tindakan yang meresahkan masyarakat
6. Melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme
7. Menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan
8. Menjadi pengurus partai politik atau terlibat politik praktis
9. Merangkap jabatan yang dilarang peraturan perundang-undangan
10. Melanggar sumpah atau janji jabatan
11. Meninggalkan tugas tanpa alasan yang sah
12. Melakukan perbuatan tercela atau tindak pidana
“Dua belas larangan ini bersifat imperatif. Jika dilanggar, konsekuensinya jelas: sanksi administrasi hingga pidana,” ujar Ali Wardana.
- Advertisement -
Ali Wardana menjelaskan, laporan masyarakat dapat ditempuh melalui jalur resmi berikut:
1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
2. Camat selaku pembina dan pengawas desa
3. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD)
4. Inspektorat Kabupaten/Kota
5. Ombudsman Republik Indonesia (maladministrasi)
6. Kepolisian atau Kejaksaan jika terdapat unsur pidana
“Semua jalur ini sah dan dijamin hukum. Tidak boleh ada intimidasi terhadap pelapor,” tegasnya.
Agar laporan memiliki kekuatan hukum, pelapor disarankan menyiapkan:
Dokumen APBDes atau laporan keuangan desa.
Foto dan/atau video dugaan pelanggaran.
Rekaman suara (jika ada).
Keterangan saksi.
Kronologi tertulis secara runtut.
Identitas pelapor.
- Advertisement -
Menurut Ali Wardana, dari sudut pandang akademik hukum, bukti adalah fondasi utama penegakan hukum.
Mahasiswa Peduli Hukum: Desa Tidak Boleh Jadi Ruang Bebas Pelanggaran
Ali Wardana menegaskan, lemahnya pengawasan di tingkat desa dapat membuka celah besar terjadinya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.
“Jika desa dibiarkan tanpa kontrol, maka hukum runtuh dari level paling bawah. Negara harus hadir, dan masyarakat tidak boleh dibungkam,” pungkasnya.
Undang-undang telah jelas, aturan telah tegas, dan jalur pengaduan tersedia. Melapor bukan perbuatan melawan hukum, melainkan bentuk keberanian warga negara dalam menjaga keadilan dan tata kelola desa yang bersih.
Editor: A Jm



